Pengertian Urbanisasi dan contoh kasus Urbanisasi
Urbanisasi
Peta urbanisasi
global yang menampilkan persentase urbanisasi per negara pada tahun 2015
Guangzhou,
sebuah kota yang dihuni oleh 12.7 juta jiwa, merupakan satu dari 8 kota
metropolitan yang berdekatan yang terletak di aglomerasi tunggal terbesar di
bumi, mengelilingi Delta Sungai Pearl di
Tiongkok.
Mumbai
adalah kota dengan
penduduk terbanyak di India, dan merupakan kota dengan
penduduk terbanyak ke empat di dunia, dengan total populasi wilayah metropolitan yang mencapai sekitar
23.9 juta jiwa.
Urbanisasi mengacu pada
pergeseran populasi dari daerah pedesaan
ke perkotaan, "peningkatan bertahap jumlah
orang yang tinggal di daerah perkotaan", dan cara-cara di mana setiap
masyarakat menyesuaikan diri dengan perubahan ini Hal ini secara khusus merujuk
kepada proses di mana kota-kota yang terbentuk menjadi lebih besar karena lebih
banyak orang mulai tinggal dan bekerja di daerah tersebut Perserikatan Bangsa-Bangsa
memproyeksikan bahwa setengah dari populasi dunia akan tinggal di daerah perkotaan
pada akhir tahun 2008 Diperkirakan pada tahun 2050, sekitar 64% negara
berkembang dan 86% negara maju
akan mengalami urbanisasi Itu setara dengan sekitar 3 miliar warga kota pada
2050, yang sebagian besar akan terjadi di Afrika dan Asia.Khususnya,
Perserikatan Bangsa-Bangsa juga baru-baru ini memproyeksikan bahwa hampir semua
pertumbuhan populasi global dari tahun 2017 sampai 2030 akan diserap oleh
kota-kota, sekitar 1,1 miliar orang baru perkotaan selama 13 tahun ke depan
Urbanisasi
relevan dengan berbagai disiplin ilmu, termasuk geografi,
sosiologi,
ekonomi,
perencanaan kota, dan kesehatan masyarakat. Fenomena ini terkait
erat dengan modernisasi, industrialisasi,
dan proses sosiologi seperti rasionalisasi. Urbanisasi dapat dilihat
sebagai kondisi khusus pada waktu yang ditentukan (misalnya proporsi total
populasi atau wilayah di kota) atau sebagai peningkatan kondisi tersebut dari
waktu ke waktu. Jadi urbanisasi dapat diukur baik dalam hal tingkat
perkembangan perkotaan relatif terhadap keseluruhan populasi, atau sebagai tingkat di mana proporsi
penduduk perkotaan meningkat. Urbanisasi menciptakan perubahan sosial, ekonomi
dan lingkungan yang sangat besar, yang memberi kesempatan keberlanjutan dengan
"potensi untuk menggunakan sumber daya secara lebih efisien, menciptakan
lahan yang lebih lestari dan melindungi keanekaragaman hayati ekosistem
alami".
Urbanisasi
bukan hanya fenomena modern, tetapi juga transformasi historis akar sosial
manusia yang cepat dan bersejarah dalam skala global, dimana budaya pedesaan berkembang
dengan cepat digantikan oleh budaya perkotaan yang
lebih dominan. Perubahan besar pertama dalam pola pemukiman adalah akumulasi pemburu-pengumpul
ke wilayah pedesaan ribuan tahun yang lalu. Budaya desa ditandai oleh garis
keturunan yang umum, hubungan erat, dan perilaku komunal, sedangkan budaya
perkotaan ditandai oleh garis keturunan yang jauh, hubungan yang tidak biasa,
dan perilaku kompetitif. Pergerakan manusia yang belum pernah terjadi
sebelumnya diperkirakan akan terus berlanjut dan meningkat dalam beberapa
dekade ke depan, meningkatnya luas wilayah kota ke ukuran yang tak terpikirkan
pada satu abad sebelumnya. Akibatnya, kurva pertumbuhan populasi perkotaan
dunia sampai saat ini mengikuti pola kuadratik hiperbolik.
Saat ini, di
Asia, aglomerasi perkotaan di Osaka, Karachi, Jakarta, Mumbai, Shanghai, Manila, Seoul dan Beijing masing-masing telah menjadi rumah bagi lebih dari 20 juta
orang, sementara Delhi
dan Tokyo
diperkirakan mendekati atau melampaui 40 juta orang dalam waktu satu dekade
mendatang. Di luar Asia, Mexico City, São Paulo,
London,
New York City,
Istanbul,
Lagos
dan Kairo,
telah atau akan segera menjadi rumah bagi lebih dari 10 juta orang.
Faktor penarik
- Kehidupan kota yang lebih modern
- Sarana dan prasarana kota lebih lengkap
- Banyak lapangan pekerjaan di kota
- Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi lebih baik dan berkualitas
Faktor
pendorong
- Lahan pertanian semakin sempit
- Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
- Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
- Terbatasnya sarana dan prasarana di desa
- Diusir dari desa asal
- Memiliki impian kuat menjadi orang kaya
Keuntungan
urbanisasi
- Memoderenisasikan warga desa
- Menambah pengetahuan warga desa
- Menjalin kerja sama yang baik antarwarga suatu daerah
- Mengimbangi masyarakat kota dengan masyarakat desa
Akibat
urbanisasi
- Terbentuknya suburb tempat-tempat permukiman baru dipinggiran kota
- Makin meningkatnya tuna karya (orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap)
- Masalah perumahan yg sempit dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan
- Lingkungan hidup tidak sehat, timbulkan kerawanan sosial dan criminal
Manfaat Urbanisasi
1. Menambah pengetahuan Warga desa
2. Masyarakat Desa yang ingin maju
3. Masyarakat desa jadi lebih modern
Contoh Kasus Masyarakat Perkotaan di Jakarta
Kepadatan Penduduk Sebagai Akar dari Permasalahan Kota Jakarta
Berbicara mengenai permasalahan perkotaan di Indonesia, pikiran kita tidak bisa terlepas dari Jakarta. Jakarta adalah contoh yang sangat pas untuk membahas sebuah – permasalahan dalam kota. Khususnya masalah kepadatan penduduk. Masih jelas di kepala kita, beberapa waktu yang lalu banyak isu yang menyebutkan bahwa ada rencana pemindahan ibu kota Republik Indonesia. Kenapa? Karena Ibu kota yang sekarang dinilai tidak layak lagi untuk dijadikan sebagai ibu kota. Ada alasan yang begitu rumit untuk dijelaskan bahkan, aparat yang katanya pemimpin kota dan negeri ini pun kelimpungan dan terkesan ngumpet-ngumpet ketika ditanyakan mengenai kota yang amat sembrawut ini. Tidak hanya mengenai pemindahan kota Jakarta, tetapi yang lebih mengerikan dari pada itu adalah ada wacana yang disebutkan para ahli bahwa 2080 ada kemungkinan Jakarta akan tenggelam. Tidak heran jika Koran Jakarta Post edisi Jumat, 08/21/2017 juga memperjelas hal tersebut mungkin akan terjadi, karena hari-hari ini pun kerap terjadi banjir di Jakarta.
Untuk itu, baik buat kita sekalian untuk mengerti arti dari sebuah kota. Kota. Sangat sulit mendefinisikan kota secara umum, Pakar Perkotaan Gino Germani pun sepakat dengan hal itu. Untuk dapat mendefinisikan kota harus dilihat dari berbagai sudut pandang. Misalnya Gino Germani, ia mengatakan bahwa kota itu dapat dilihat dari dua sudut. Pertama demografis, yaitu bahwa kota itu pasti dihuni oleh penduduk yang relative besar. Kedua sosiologis, yaitu dilihat dari banyak aspek seperti hukum (Athena dan Sparta), ekonomi (Pusat Industri) dan social (personal). Jika pendapat ini dihubungkan dengan Jakarta, maka Jakarta dapat dikatakan sebagai akumulasi dari semua aspek tersebut. Jakarta sebagai pusat ekonomi, social, budaya, hukum pemerintahan dan juga politik. Jakarta menjadi pusat segala peradaban yang terjadi di Indonesia. Semuanya ada di Jakarta. Masyarakat Indonesia memandang Jakarta sebagai tambang emas, karena semuanya ada di Jakarta. Oleh karena itu banyak para urban berbondong-bondong ke kota ini dengan tujuan dapat merubah kondisi perekonomian di desa.
Jakarta dalam Surat kabar The Jakarta Post (edisi Jumat, 21 Agustus 2017) menyebutkan bahwa penduduk Jakarta berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Menurut hasil sensus nasional terakhir, ibu kota dihuni oleh hampir 9,6 juta orang melebihi proyeksi penduduk sebesar 9,2 juta untuk tahun 2025. Populasi kota ini adalah 4 persen dari total penduduk negara, 237.600.000 orang.
Dengan angka-angka ini, kita dapat melihat bahwa populasi kota telah tumbuh 4,4 persen selama 10 tahun terakhir, naik dari 8,3 juta pada tahun 2000. Apa yang dikatakan angka-angka ini? “Ibukota telah kelebihan penduduk.” Pada tingkat ini, Jakarta memiliki kepadatan penduduk 14.476 orang per kilometer persegi. Sebagai akibatnya, para pembuat kebijakan kota perlu merevisi banyak target pembangunan kota ini, termasuk penciptaan lapangan kerja, ketahanan pangan, perumahan, kesehatan dan infrastruktur, sebagai peredam masalah pada saat kota sudah mengalami kepadatan penduduk yang sangat menghawatirkan.
PENYEBAB
Jumlah penduduk ditentukan oleh : 1. Angka kelahiran 2. Angka kematian 3. Perpindahan penduduk, yang meliputi :a. Urbanisasi, b. Reurbanisasi, c. Emigrasi, d. Imigrasi, yaitu e. Remigrasi, f. Transmigrasi. Yang menjadi focus penyebab kepadatan penduduk Jakarta saat ini adalah adalah Urbanisasi. Dimana, fakta berbicara bahwa penduduk kota Jakarta mayoritas adalah para urban. Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta 2017 mengatakan bahwa jumlah penduduk Jakarta bertambah sebanyak 134.234 jiwa per tahun. Jika tidak ada program dari pemerintah untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, maka pada 2020 Jakarta akan menjadi lautan manusia. Kenapa mereka berurbanisasi ke Jakarta?
Ada banyak faktor yang memicu urbanisasi misalnya; modernisasi teknologi, rakyat pedesaan selalu dibombardir dengan kehidupan serba wah yang ada di kota besar sehingga semakin mendorong mereka meninggalkan kampungnya. Pendidikan. Faktor pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap melunjaknya jumlah penduduk. Universitas terbaik di Indonesia baik negeri maupun swasta ada perkotaan termasuk di Jakarta. Lapangan Kerja. Jakarta sebagai kota besar dan berpenduduk banyak tentunya sangat menjanjikan untuk orang-orang kecil yang berniat untuk mencari sesuap nasi dikota ini mulai dari pedagang kaki lima (PKL), pedagang asongan, tukang ojek, tukang sngat menjanjikan untuk hidup.emir sepatu, buruh pabrik, pembantu rumah tangga, office boy, satpam, sopir, kondektur dll yang penting bisa bekerja tanpa nmempunyai keahlian khusus. Jika ditambah dengan orang-arang yang berkeahlian khusus yang didatangkan dari luar kota maupunh luar negeri untuk bekerja di Jakarta. Pusat Hiburan. Jakarta merupakan magnet dan pintu gerbang Indonesia. Indonesia mempunyai daya tarik tersendiri sebagai kota Jakarta dekat dengan tempat – tempat hiburan yang sperti mall, pantai indah kapuk, dufan, pantai Tidung, sea world dan banyak arena-arena yang lainnya yang tidak ada di kota-kota lain di Indonesia.
DAMPAK
Pasti ada dampak dari suatu hal yang berlebihan begitu pula overloadnya Jakarta. Kesesakan yang diakibatkan oleh berlebihannya pendduduk Jakarta mengakibatkan; Sifat Konsumtif, Kekumuhan kota, Kemacetan lalu lintas, Kriminalitas yang tinggi, Struktur kota yang berantakan, isu Jakarta tenggelam, Banjir, pelebaran kota dengan tata kota yang tidak baik, melonjaknya sector informal, terjadinya kemerosotan kota, dan pengembangan industry yang menghasilkan limbah.
Dalam hal perbaikan, pemerintah Jakarta memang mengambil langkah-langkah untuk membatasi urbanisasi. Pemerintah mengeluarkan peraturan yang membatasi masuknya migran ke kota, dengan hanya mereka yang telah dijamin pekerjaannya diijinkan untuk tinggal di kota, sementara petugas dari lembaga ketertiban umum kota sering melakukan serangan terhadap warga ilegal.
Semua upaya untuk mengekang tingkat kelahiran di kota itu akan menjadi tidak berarti jika kita tidak dapat membatasi urbanisasi. Untuk mengatasi masalah ini, Jakarta tidak bisa bekerja sendiri karena masih ada faktor yang mendorong urbanisasi dari berbagai daerah. Namun Semua masalah ini hanya bisa dipecahkan jika ada kemauan politik dari pemerintah pusat untuk menangani masalah mengurangi kesenjangan antara Jakarta dan provinsi-provinsi lainnya.
Pasti ada dampak dari suatu hal yang berlebihan begitu pula overloadnya Jakarta. Kesesakan yang diakibatkan oleh berlebihannya pendduduk Jakarta mengakibatkan; Sifat Konsumtif, Kekumuhan kota, Kemacetan lalu lintas, Kriminalitas yang tinggi, Struktur kota yang berantakan, isu Jakarta tenggelam, Banjir, pelebaran kota dengan tata kota yang tidak baik, melonjaknya sector informal, terjadinya kemerosotan kota, dan pengembangan industry yang menghasilkan limbah.
Dalam hal perbaikan, pemerintah Jakarta memang mengambil langkah-langkah untuk membatasi urbanisasi. Pemerintah mengeluarkan peraturan yang membatasi masuknya migran ke kota, dengan hanya mereka yang telah dijamin pekerjaannya diijinkan untuk tinggal di kota, sementara petugas dari lembaga ketertiban umum kota sering melakukan serangan terhadap warga ilegal.
Semua upaya untuk mengekang tingkat kelahiran di kota itu akan menjadi tidak berarti jika kita tidak dapat membatasi urbanisasi. Untuk mengatasi masalah ini, Jakarta tidak bisa bekerja sendiri karena masih ada faktor yang mendorong urbanisasi dari berbagai daerah. Namun Semua masalah ini hanya bisa dipecahkan jika ada kemauan politik dari pemerintah pusat untuk menangani masalah mengurangi kesenjangan antara Jakarta dan provinsi-provinsi lainnya.
Komentar
Posting Komentar