Pasal-Pasal Dalam UUD 1945 Yang Mengatur Tentang HAM
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
TAHUN 1945
PEMBUKAAN
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu
ia
lah hak segala bangsa dan oleh sebab
itu, maka penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan, karena
tidak se
suai dengan peri-kemanusiaan dan
peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan
kemerdekaan Indonesia
telah sampailah kepada saat yang
berbahagia
dengan selamat sentausa mengantarkan
rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara
Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur.
Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha
Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas,
maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan
sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam
Permusyawatan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
- UNDANG-UNDANG DASAR
- BAB I
- BENTUK DAN KEDAULATAN
- Pasal 1
- (1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.
- (2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
- (3) Negara Indonesia adalah negara hukum.***)
- BAB II
- MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
- Pasal 2
- (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat , dan anggota
- Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-
- undang.****)
- (2)Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya
- sekali dalam lima tahun di Ibu Kota Negara.
- (3)Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.
- Pasal 3
- (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar. ***)
- (2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.***/ ****)
- (3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden
- dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.
- BAB III
- KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA
- Pasal 4
- (1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
- pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
- (2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
- Pasal 5
- (1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.*)
- (2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.
- Pasal 6
- (1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain
- karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan
- kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
- (2)Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
- Pasal 6A
- (1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat
- (2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik
- peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
- (3) Pasangan calon Presiden dan wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara disetiap provinsi
- yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
- (4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang
- memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
- (5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.
- Pasal 7
- Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih
- kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.*)
- Pasal 7A
- Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis
- Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan
- pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
- lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
- dan/atau Wakil Presiden.
- Pasal 7B
- (1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
- kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan
- kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus Dewan Perwakilan Rakyat
- bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
- terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau
- pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
- dan/atau Wakil Presiden.
- (2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan
- pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
- Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.***)
- (3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan
- dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir
- dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
- (4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap Dewan
- Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan
- Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
- (5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti
- melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak
- pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
- tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat
- menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan
- usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
- (6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat
- menerima usul tersebut.
- (7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil
- Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam
- rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.
- Pasal 7C
- Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.
- Pasal 8
- (1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.
- (2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua
- calon yang diusulkan oleh Presiden.
- (3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksanaan tugas Kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang
- untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya,sampai berakhir masa jabatannya.
- Pasal 9
- (1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :
- Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :
- “Demi Allah saya bersumpah akan memenuhi
- kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil
- Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-
- baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-
- Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya
- serta berbakti, kepada Nusa dan Bangsa.”
- Janji Presiden (Wakil Presiden) :
- “Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia
- (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik – baiknya dan seadil – adilnya, memegang
- teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan
- selurus-lurusnya serta berbakti, kepada Nusa dan Bangsa.
- (2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan
- sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-
- sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung
- Pasal 10
- Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan
- Udara.
- Pasal 11
- (1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
- (2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan
- Rakyat.
- (3)Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.
- Pasal 12
- Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.
- Pasal 13
- (1)Presiden mengangkat duta dan konsul.
- (2)Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.*
- (3)Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikanb pertimbangan DewanPerwakilan Rakyat.*)
- Pasal 14
- (1)Presiden memberi grasi dan rehabilitasi denganmemperhatikan pertimbangan Mahkamah agung.*)
- (2)Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
- Pasal 15
- Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.*)
- Pasal l6
- Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang.
- BAB IV
- DEWAN PERTIMBANGAN AGUNGDihapus
- BAB VKEMENTERIAN NEGARA
- Pasal 17
- (1)Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
- (2)Menteri-menteri itu diangkatdan diberhentikan oleh Presiden.*)
- (3)Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.*)
- (4)Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.***)
- BAB VImPEMERINTAH DAERAH
- Pasal 18
- (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
- (2) Pemerintah daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.**)
- (3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat
- Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.** )
- (4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi,kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.**)
- (5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat
- (6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturandaerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
- (7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
- Pasal 18A
- (1)Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
- (2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selarasberdasarkan undang-undang.
- Pasal 18B
- (1)Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
- (2)Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
- Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.** )
- BAB VII DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
- Pasal 19
- (1)Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui Pemilihan Umum
- (2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang.
- (3)Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
- Pasal 20
- (1)Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.*)
- (2)Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
- (3)Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
- (4)Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.
- (5)Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui,rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
- Pasal 20A
- (1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
- (2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak in
- terplasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
- (3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, sertahak imunitas.** )
- (4)Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.** )
- Pasal 21
- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.*)
- Pasal 22
- (1)Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Pr
- esiden berhak menetapkan peraturan pemerintah
- sebagai pengganti undang-undang.
- (2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan
- yang berikut.
- (3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka per
- aturan pemerintah itu harus dicabut.
- Pasal 22A
- Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.**)
- Pasal 22B
- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.
- BAB VIIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH
- Pasal 22C
- (1)Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.*** )
- (2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.***)
- (3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.*** )
- (4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.
- Pasal 22D
- (1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
- (2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan
- undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.
- (3)Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan
- dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
- (4)Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tatacaranya diatur dalam undang-undang.
- BAB VIIB PEMILIHAN UMUM
- Pasal 22E
- (1)Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
- (2)mPemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden dan
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
- (3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.*** )
- (4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
- (5)Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
- (6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.
- BAB VIII HAL KEUANGAN
- Pasal 23
- (1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
- (2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
- Daerah.
- (3)Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.
- Pasal 23A
- Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.
- Pasal 23B
- Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
- Pasal 23C
- Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.
- Pasal 23D
- Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.***
- BAB VIIIA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
- Pasal 23 E
- (1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
- (2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.
- (3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.
- Pasal 23F
- (1)Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
- (2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.*** )
- Pasal 23G
- (1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
- (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.
- BAB IX KEKUASAAN KEHAKIMAN
- Pasal 24
- (1)Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.*** )
- (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
- peradilan agama, lingkungan peradilan militer,lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.***)
- (3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-
- undang.
- Pasal 24A
- (1)Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikanoleh undang-undang.
- (2) Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
- (3) Calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
- (4)Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.
- (5)Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan dibawahnya diatur dengan undang-undang.
- Pasal 24 B
- (1)Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,serta perilaku hakim.
- (2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
- (3) Anggota Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
- (4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.
- Pasal 24C
- (1)Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran
- partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.*** )
- (2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwaklian Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.*** )
- (3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.
- (4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.
- (5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.
- (6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.`
- Pasal 25
- Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang
- BAB IXA WILAYAH NEGARA
- Pasal 25 A
- Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.
- BAB X WARGA NEGARA DAN PENDUDUK
- Pasal 26
- (1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
- (2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
- (3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
- Pasal 27
- (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
- (2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
- (3)Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
- Pasal 28
- Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
- BAB X HAK ASASI MANUSIA
- Pasal 28A
- Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
- Pasal 28 B
- (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
- (2)Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
- Pasal 28C
- (1)Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
- (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
- Pasal 28D
- (1)Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
- (2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
- (3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
- (4)Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Indonesia
adalah negara hukum. Ini jelas disebutkan dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945
setelah amandemen ketiga pada tanggal 9 Nopember 2001. Sebelum amandemen
ketiga, pernyataan bahwa Indonesia adalah negara hukum belum dicantumkan secara
tegas dalam bab atau pasal tersendiri, tetapi secara implisit disebutkan dalam
penjelasan UUD 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara, yang menjelaskan bahwa
Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak
berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat).Istilah
Rechtsstaat
adalah negara hukum berdasarkan sistem hukum Civil Law yang semula dianut oleh negara-negara Eropa
Kontinental. Sedangkan di negara yang menganut sistem hukum Anglo
Saxon (Inggris, Amerika) dikenal dengan istilah Rule of Law.
Konsep rechtsstaat
dan rule of law didasarkan pada konsep negara hukum
menurut pandangan Plato, yakni sebuah negara
yang dipimpin oleh orang bijaksana (the philosophers) dan
warganegaranya terdiri atas kaum filosof yang bijak (perpect guardians),
militer dan tehnokrat (auxiliary guardians), petani
dan pedagang (ordinary people). Setelah ratusan tahun, bentuk
konkrit negara hukum diformulasikan oleh para ahli kedalam rechtsstaat dan
rule
of law yang merupakan gagasan konstitusi untuk menjamin hak
asasi dan pemisahan kekuasaan.
Menurut Montesquieu, negara yang paling
baik adalah negara hukum sebab dalam konstitusi di banyak negara hukum
terkandung tiga inti pokok, yaitu :
1. Perlindungan HAM.
2. Ditetapkannya kenegaraan
suatu Negara, dan
3. Membatasi kekuasaan dan
wewenang organ-organ negara.
Menurut Franz Magnis Soeseno, seorang
tokoh agama dan filsuf Indonesia keturunan Jerman, menyatakan bahwa demokrasi
yang bukan negara hukum bukanlah demokrasi yang sesungguhnya. Demokrasi
merupakan cara yang paling aman untuk mempertahankan kontrol atas negara hukum.� Selanjutnya Franz menyebutkan
adanya lima ciri negara hukum, yaitu :
1. Fungsi kenegaraan
dijalankan oleh lembaga yang diatur dalam UUD.
2. UUD menjamin HAM yang
paling penting.
3. Badan-badan Negara
menjalankan kekuasaan berdasar hukum.
4. Masyarakat dapat
mengajukan gugatan terhadap tindakan badan Negara.
5. Badan Kehakiman bebas
dan tidak memihak.
Negara hukum yang bertopang pada sistem
demokrasi disebut sebagai negara hukum yang demokratis (democratische rechtsstaat).
Negara hukum yang demokratis lahir dari perkembangan sejarah rechtsstaat
di negeri Belanda, yang semula berbentuk rechtsstaat klasik (liberaal
democratische rechtsstaat) berkembang menjadi rechtsstaat modern (sociale democratische rechtsstaat), dengan latar belakang
sosial, politik, ekonomi dan budaya yang mengiringinya.
J.B.J.M. ten Berge menyebutkan
prinsip-prinsip negara hukum dalam demo-cratische
rechtsstaat, sebagi berikut :
1. Asas legalitas,
2. Perlindungan Hak Asasi,
3. Pemerintah terikat pada
hukum,
4. Monopoli paksaan
pemerintah untuk menjamin penegakan hukum.
5. Pengawasan oleh hakim
yang merdeka.
Sedangkan
Friederich J. Stahl menyebutkan empat
unsur pokok untuk berdirinya rechtsstaat,
yaitu :
1. Hak-hak asasi manusia.
2. Pemisahan/pembagian
kekuasaan untuk menjamin hak-hak asasi manusia.
3. Pemerintahan berdasarkan
peraturan-peraturan.
4. Peradilan administrasi
dalam perselisihan.
Selanjutnya konsep negara hukum rule
of law yang dipelopori oleh A.V. Dicey (ilmuwan dari Inggris),
menetapkan tiga tolok ukur atau unsur utama, yaitu :
1. Supremasi hukum (supremacy
of law),
2. Persamaan dihadapan
hukum (equality of law),
3. Konstitusi yang
didasarkan atas Hak Asasi Manusia (HAM).
Dari ulasan yang mengutip pendapat
beberapa ahli hukum diatas, jelaslah bahwa adanya hak asasi manusia adalah
salah satu ciri dari Negara Hukum. Hak asasi manusia merupakan unsur yang
sangat penting dan harus termuat secara tegas dalam penyelenggaraan negara
hukum, baik rechtsstaat maupun rule of law.
Sesuai dengan tata urut perundangan
sebagaimana diatur dalam dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-undang No. 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundangan, HAM di atur dalam UUD 1945 sebagai
sumber hukum pertama. Setiap peraturan hukum mempunyai kekuatan hukum atau daya
berlaku sesuai hierarkinya atau tingkat kewenangannya, sehingga setiap
peraturan hukum yang berlaku senantiasa bersumber pada peraturan hukum yang
lebih tinggi tingkatannya. Ini berarti pula bahwa setiap peraturan hukum yang
berlaku itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan hukum yang lebih tinggi
derajatnya. Hal yang menjadi
pokok permasalahan adalah ketika MPR melakukan Amandemen UUD 1945 yang kedua
yaitu pada tanggal 18 Agustus 2000 dengan menambahkan bab dan pasal khusus yang
berisi tentang HAM (sebagaimana tersebut dalam Bab X-A pasal 28 A-J), telah
membuat rancu hierarki perundangan di
Indonesia karena tidak sesuai dengan pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011.
2. Pembahasan
2.1 Pengertian dan
sejarah perkembangan HAM
Hak Asasi Manusia adalah hak pokok atau
hak dasar yang dibawa oleh manusia sejak lahir yang secarakodrat melekat pada
setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat karena merupakan anugerah Tuhan
Yang Maha Esa. Hal
tersebut sebagaimana tertuang dalam UU No. 39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa :
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.
Berdasarkan hal tersebut di
atas dapat dikatakan bahwa hak asasi atau hak-hak pokok bersifat universal.
Buktinya adalah bahwa hak dasar ini dimiliki oleh setiap manusia dan tidak
dapat dipisahkan dari pribadi siapapun darimana dan kapanpun manusia berada itu
berada.
Sejarah perkembangan HAM tidak terlepas
dengan sejarah berdirinya Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Ketika
menandatangani Piagam PBB pada Tahun 1945, timbul pemikiran tentang perlu
adanya hak-hak manusia yang perlu dijunjung tinggi sebagai hak asasi yang
menjadi tanggungjawab inrernasional. Maka pada Tahun 1946, PBB membentuk Komisi
Hak Asasi Manusia dengan tugas untuk merumuskan rancangan ketentuan
internasional tentang hak-hak asasi manusia. Sebagai hasil kerja Komisi ini,
maka pada tanggal 10 Desember 1948 dideklarasikanlah Universal Declaration of Human Rights
(Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia).
Sejarah lahirnya HAM melalui perjalanan
panjang. Substansi HAM didasari pada naskah-naskah yang terdapat dalam:
1. Magna Charta (1215), yaitu
piagam agung yang diberikan oleh Raja John (Inggris) kepada beberapa bangsawan
bawahannya. Piagam ini menandai adanya pembatasan hak-hak raja Inggris.����
2. Bill of Right (Undang-Undang Hak
1689), yaitu undang-undang yang diterima Parlemen Inggris dari Raja James II,
untuk memenuhi tuntutan rakyat dalam revolusi tak berdarah.
3. Declaration des droit de l�homme et du citoyen, yaitu
pernyataan hak-hak asasi manusia dan warganegara Tahun 1789, yang lahir dari
revolusi Perancis melawan rezim penguasa (Raja Lodewijk XIV).
4. Bill of Right (Undang-Undang Hak
1789), yaitu naskah yang disusun oleh rakyat Amerika Serikat, yang kemudian
dimasukkan dalam konstitusi Amerika Serikat Tahun 1791.
Keempat naskah tersebut pada prinsipnya
memuat hak-hak yang bersifat politik saja, misalnya kesamaan hak, hak atas
kebebasan, hak untuk memilih dan hak untuk dipilih. Oleh sebab itu, presiden
Amerika Serikat� Franklin D. Roosevelt� mencetuskan empat
kebebasan yang dikenaldengan The Four Freedom, yaitu :�
1. Freedom of speech� (kebebasan� untuk� berbicara� dan� mengemukakan
pendapat);
2. Freedom of� religion (kebebasan
beragama);
3. Freedom of fear �(kebebasan dari
rasa takut);
4. Freedom of� want (kebebasan
dari kemiskinan/kemelaratan).
Berangkat dari naskah-naskah dan
pendapat para ahli hukum serta negarawan tersebut diatas, maka disusunlah
naskah Piagam HAM tersebut sebagaimana yang tertuang dalam Universal
Declaration of Human Right Tahun 1948. Substansi HAM yang termuat dalam
deklarasi HAM tersebut pada intinya terdiri dari hak personal, hak legal, hak
sipil, hak politik, hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak-hak inilah
yang diadopsi dan disempurnakan ke dalam peraturan perundangan Indonesia
sebagai diuraikan dibawah ini.
2.2 Substansi HAM
dalam peraturan perundangan Indonesia����������
2.2.1 Piagam Jakarta dan Pembukaan UUD 1945
HAM merupakan hak dasar yang secara
kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena
itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan,
dikurangi, atau dirampas siapapun. HAM baru dikenal secara internasional setelah deklarasi
HAM oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948. Sedangkan Indonesia telah
memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun demikian
para pendiri negara dan bangsa ini sadar betul akan hakekat HAM tersebut,
sehingga, ketika menyiapkan naskah piagam untuk kemerdekaan Indonesia (yang
kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta 22 Juni 1945), dengan tegas pada alinea
pertama naskah tersebut menyatakan �Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapus-kan, karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan�. Rumusan Piagam
Jakarta inilah yang dengan beberapa perubahan dijadikan Pembukaan UUD 1945. Piagam Jakarta
tidak hanya menjadi bagian mutlak daripada UUD 1945, tetapi menjiwai dan
merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan UUD 1945.
Selain kalimat yang tertuang pada
alinea pertama dari Piagam Jakarta maupun Pembukaan UUD 1945 tersebut yang
memuat hak manusia yang paling mendasar yaitu hak� atas �kemerdekaan,� maka� pada� alinea� keempat dari
kedua naskah tersebut memuat dasar-dasar negara yang dirumuskan kedalam
Pancasila. Pancasila terdiri dari lima dasar yang tidak terpisahkan dalam
struktur ketatanegaraan kita, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijak-sanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Substansi dari Pancasila sebenarnya
merupakan perwujudan dari hak asasi manusia. Pancasila mengajarkan bahwa hak-hak
asasi manusia merupakan sesuatu yang sangat hakiki yang harus dihormati dan
tidak boleh ditelantarkan. Di sisi lain, hak asasi manusia harus diimbangi
dengan kewajiban asasi. Keduanya harus diperlakukan secara seimbang.
2.2.2 Konstitusi Negara
Di dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, kita
pernah menggunakan tiga macam konstitusi, yaitu:
a.
Undang-Undang Dasar 1945 (tanggal 18 Agustus 1945-27 Desember 1949).
b.
Konstitusi RIS (tanggal 27 Desember 1949-17 Agustus 1950).
c.
Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 (tanggal 17 Agustus 1950-5 Juli 1959).
d.
Kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 (tanggal 5 Juli 1959-sekarang).
Antara Pembukaan UUD 1945 dan Mukadimah
UUDS 1950 memuat materi kalimat yang hampir sama, sedangkan materi Mukadimah
Konstitusi RIS kalimatnya terlalu singkat. Namun demikian esensinya sama, yaitu
memuat pernyataan tentang hak asasi untuk merdeka dan esensi Pancasila sebagai
dasar negara. Lebih lanjut tentang HAM ini dicantumkan dalam pasal-pasal
ketiga konstitusi tersebut.
Di dalam UUD 1945 sebelum diamandemen hanya ada lima pasal
yang mengandung HAM, yaitu pasal 27 -31. Setelah amandemen kedua pada tanggal 18 Agustus 2000,
khusus tentang HAM ditambahkan dalam satu Bab khusus yaitu Bab X A Pasal 28 A-J.
Di dalam Konstitusi RIS 1949 memuat 35 pasal tentang HAM
yaitu dalam Bagian V tentang Hak-hak dan Kebebasan-kebebasan Dasar Manusia dari
pasal 7-41.� Sedangkan
dalam UUD Sementara 1950 memuat 37 pasal, yaitu� dalam Bagian V
tentang Hak-Hak dan Kebebasan-kebebasan Dasar Manusia dari Pasal 7-43.
Mengapa substansi HAM dalam Konstitusi
RIS 1949 dan UUD Sementara 1950 lebih lengkap dibandingkan dengan UUD 1945,
menurut pendapat saya ialah karena kedua konstitusi ini lahir setelah PBB
mendeklarasikan Universal Declaration of Human Right �pada tanggal 10
Desember 1948. Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia maka
hak-hak tersebut dicantumkan secara eksplisit kedalam kedua konstitusi
tersebut.
2.2.3 Ketetapan MPR No, XVII/MPR/1998
Sejalan dengan kebijakan politik di era
Orde Lama maupun Orde Baru yang lebih mengedepankan kekuasaan dijamannya
masing-masing, maka HAM seolah terabaikan keberadaannya. Oleh karena itu
setelah peralihan kekuasaan pemerintahan di era reformasi yang lebih
mengedepankan hukum dan keterbukaan, MPR menerbitkan Ketetapan MPR No,
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Di dalam ketetapan ini MPR menegaskan bahwa hak-hak asasi
manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang melekat pada diri manusia,
bersifat kodrati, universal dan abadi berkait dengan harkat dan martabat
manusia.
Sebelumnya pemerintah bersama DPR juga
telah mengesahkan Konvensi PBB yang menentang penyiksaan dan perlakuan atau
penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia
(Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatman
or Punishment) menjadi Undang-Undang No. 5� Tahun 1998.
Hak-hak asasi manusia, menurut
Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 meliputi:
1. Hak untuk hidup.
2. Hak berkeluarga dan
melanjutkan keturunan,
3. Hak mengembangkan diri.
4. Hak keadilan,
5. Hak kemerdekaan.
6. Hak atas kebebasan
informasi.
7. Hak keamanan.
8. Hak kesejahteraan.
9. Hak perlindungan dan
pemajuan.
Karena substansi ketetapan MPR ini
sudah ditindaklanjuti dengan keluarnya UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan
UUD 1945 juga sudah di amandemen dengan menambahkan Bab X A tentang Hak Asasi
Manusia, maka keberadaan Ketetapan MPR No, XVII/MPR/1998 dianggap sudah tidak
valid lagi, sehingga telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi
berdasarkan pasal 1 angka 8 Ketetapan MPR No. I/MPR/2003.
2.2.4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia
Sebagai tindaklanjut dari Ketetapan MPR
No, XVII/MPR/1998, maka pada tanggal 23 September 1999 pemerintah bersama DPR
menetapkan UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM.
Substansi HAM menurut UU No. 39 tahun
1999 pada dasarnya merupakan pengembangan hak menurut Ketetapan MPR No,
XVII/MPR/1998, yang memuat hak pokok terdiri dari:
1. Hak untuk hidup,
2. Hak berkeluarga dan
melanjutkan keturunan,
3. Hak mengembangkan diri.
4. Hak memperoleh keadilan,
5. Hak atas kebebasan
pribadi.
6. Hak atas rasa aman.
7. Hak atas kesejahteraan.
8. Hak untuk turut
sertadalam pemerintahan.
9. Hak khusus bagi wanita.
10. Hak anak.
2.2.5 Pasal 28 A-J UUD 1945
MPR pasca reformasi, setelah
mempelajari, menelaah dan memper-timbangkan dengan seksama dan sungguh-sungguh
hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa dan negara
serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 UUD1945. Maka dalam
sidangnya pada tanggal 18 Agustus 2000 MPR menambahkan bab khusus tentang HAM
sebagaimana tertuang dalam Bab X A Pasal 28 A-J.
Pada prinsipnya Hak-hak Asasi Manusia
yang terkandung dalam bab tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Hak untuk hidup dan
mempertahankan hidup dan kehidupannya.
2. Hak untuk membentuk
keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
3. Hak anak untuk
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
4. Hak untuk mengembangkan
diri, mendapat pendidikan, memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan
masyarakat.
5. Hak untuk memajukan diri
dalam memperjuangkan haknya secara kolektif.
6. Hak atas pengakuan,
jaminan, perlidungan dan kepastian hukum serta perlakuan yang sama didepan
hukum.�
7. Hak untuk bekerja dan
memperoleh imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.��
8. Hak untuk memperoleh
kesempatan yang sama dalam pemerintahan.�
9. Hak atas status
kewarganegaraan.�
10. Hak untuk bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal.��
11. Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi, mencari, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia.�
12. Hak untuk mendapat perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda serta rasa aman dan perlindungan
dari rasa takut.��
13. Hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan
yang merendahkan derajat serta hak mendapatkan suaka politik dari Negara lain.��
14. Hak untuk hidup sejahtera lahir dan bathin dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan
kesehatan.�
15. Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan
khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan.�
16. Hak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh.���
17. Hak untuk mempunyai hak milik pribadi dan hak
milik tersebut tidak boleh diambil secara sewenang-wenang dari siapapun.��
18. Hak untuk hidup, untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan fikiran dan hati nurani, hak beragama, hak tidak diperbudak, untuk
diakui sebagai pribadi, untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surut.��
19. Hak untuk bebas dari perlakuan dan mendapatkan
perlindungan dari tindak diskriminatif.����
20. Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional
dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
21. Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan
hak asasi manu-sia adalah tanggungjawab Negara, terutama pemerintah.
22. Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi
manusia sesuai dengan prinsip Negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan
hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan.
23. Setiap orang wajib menghormati hak asasi
manusia orang lain dalam tertib� kehidupan� bermasyarakat,� berbangsa dan
bernegara.
24. Dalam menjalan hak dan kebebasannya, setiap
orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang
dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, kemauan dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.��
Demikian padat dan lengkap HAM yang
diatur dan dijamin secara konstitusional dalam UUD1945 tersebut. Untuk
mengawasi pelaksanaan HAM sebelumnya juga sudah dibentuk komisi, yaitu Komnas
HAM berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993. Komisi ini dinyatakan
tetap berfungsi berdasarkan Pasal 105 Ayat �(2) UU No. 39
Tahun 1999.
2.2.6 Ratifikasi Ketentuan-Ketentuan HAM Lainnya.
Di samping telah meresepsi esensi HAM
dari Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Right) ke dalam peraturan perundangan di Indonesia,
beberapa ketentuan tentang HAM yang lainnya juga telah di ratifikasi ke dalam
undang-undang, antara lain Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural
Right) serta Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International
Covenant on Civil and Political Right)� berdasarkan
Resolusi Majelis Umum PBB 2200 A (XXI) tanggal 16 Desember 1966
2.2.7 Tata Urutan
Perundangan di Indonesia
Indonesia adalah negara hukum. Seperti
telah diuraikan sebelumnya, bahwa beberapa prinsip yang utama dari negara hukum
menurut J.B.JM. van Berge antara lain adalah asas legalitas,
perlindungan hak asasi manusia dan pemerintah yang terikat pada hukum.
Untuk mewujudkan Indonesia sebagai
negara hukum, maka negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional
yang dilakukan secara terrencana, terpadu dan berkelanjutan dalam sistem hukum
nasional yang menjamin perlindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia
berdasarkan UUD 1945, maka pemerintah bersama DPR perlu membuat undang-undang
yang mengatur tentang pedoman dalam membentuk peraturan perundangan, agar semua
produk peraturan perundangan memenuhi syarat formal dan syarat material yang
baik dan benar.
Hamid mengemukakan asas-asas
pembentukan peraturan perundangan yang baik sebagai berikut:
1. Asas formal,��
a.
asas tujuan yang jelas,
b.
asas perlunya pengaturan,
c.
asas organ/lembaga yang tepat,
d.
asas materi muatan yang tepat,
e.
asas dapatnya dilaksanakan, dan
f.
asas dapatnya dikenali.
2. Asas material,
a.
asas sesuai dengan cita hukum Indonesia dan norma fundamental negara,
b.
asas sesuai dengan hukum dasar negara,
c.
asas sesuai dengan prinsip-prinsip negara berdasaratas hukum, dan
d.
asas sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintah berdasar sistem konstitusi.
Di samping itu kita juga harus mengacu
pada teori hierarki hukum menurut ajaran Hans Kelsen dan Hans Nawiasky. Hans
Kelsen mengemukakan teori jenjang (Stufen Theorie), bahwa hukum itu
berjenjang dan berlapis dalam suatu hierarki (tata susunan), dalam arti bahwa
norma hukum yang lebih rendah itu berlaku, bersumber dari norma hukum yang
lebih tinggi, norma hukum yang lebih tinggi itu berlaku, bersumber dari norma
hukum yang lebih tinggi lagi, dan seterusnya sampai pada suatu norma hukum yang
tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotetis dan fiktif, yaitu
Hukum Dasar (grundnorm).
Hans Nawiasky, adalah murid Hans
Kelsen, mengembangkan teori gurunya menambahkan bahwa norma hukum, selain
berjenjang dan berlapis, juga ber-kelompok-kelompok. Ada empat kelompok, yaitu:
1. Staatsfundamentalnorm
(Norma Fundamental Negara);
2. Staatsgrundgesetz
(Aturan Dasar/Aturan Pokok Negara);
3. Formell Gesetz
(undang-undang formal);
4. Verordnung &
Autonome Satzung (Aturan pelaksanaan & Otonom).
Di dalam pelaksanaannya, Indonesia mengacu pada ajaran ini. Di dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia, telah beberapa kali membentuk beberapa peraturan
perundangan yang mengatur tentang pembentukan peraturan perundangan, sebagai berikut:
1. Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai� Sumber� Tertib� Hukum� Republik� Indonesia� dan� Tata�
UrutanPeraturan Perundangan Republik Indonesia.
2. Ketetapan MPR No.
III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundangan.
3. Undang-Undang No. 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
4. Undang-Undang No. 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Hierarki perundangan terakhir yang berlaku di
Indonesia, berdasar undang-undang yang terbaru yaitu UU No. 12 Tahun 2011
setelah mengalami perubahan dan penyempurnaan adalah:
1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR,
3. UU/Perpu,
4. Peraturan Pemerintah,
5. Peraturan Presiden,
6. Peraturan Daerah
Provinsi, dan
7. Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota
Apabila mengacu pada teori jenjang
ajaran Hans Kelsen dan Hans Nawiasky, maka tata urut peraturan perundangan
Indonesia dapat digolongkan sebagai
berikut:
1. Pancasila yang
substansinya terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Masuk dalam kelompok I, yaitu Staatsfundamentalnorm
(Norma Fundamental Negara).�
2. UUD 1945 masuk dalam
kelompok II, yaituStaatsgrundgesetz(Aturan Dasar/Aturan Pokok Negara).
3. Ketetapan MPR dan
Undang-undang serta Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang masuk dalam
kelompok III, yaitu Formell Gesetz (undang-undang formal),����
4. Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota�� dan peraturan
lain yang dibawahnya, masuk dalam kelompok IV, yaitu Verordnung &
Autonome Satzung (Aturan pelaksanaan dan Aturan Otonom).��
Di dalam ketatanegaraan kita, ternyata substansi HAM diatur
dalam UUD 1945 Bab X A� Pasal 28 A-J dan dalam UU No. 39 Tahun 1999. Ketetapan MPR No.
XVII/MPR/1998 sudah dicabut berdasarkan Ketetapan MPR No. I/MPR/ 2003.
Apabila kita konsisten dengan ajaran
Hans Kelsen dan Hans Nawiasky, maka seharusnya substansi tentang HAM disusun
lebih dahulu dalam UUD 1945, baru kemudian ditindaklanjuti dalam UU organik.
Selanjutnya dijabarkan dan diatur lebih lanjut dalam peraturan perundangan
dibawahnya. Tetapi yang terjadi adalah bahwa terbitnya UU No. 39 Tahun 1999
lebih dahulu daripada diaturnya HAM dalam UUD 1945. Ini bisa dimengerti karena
terbitnya UU No. 39 Tahun 1999 pada tanggal 23 September 1999 adalah untuk
melaksanakan perintah Ketetapan� MPR No. XVII/MPR/1998. Sedangkan
penempatan substansi HAM dalam UUD 1945 dilakukan setelah amandemen kedua, yang
ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000.
Untuk tidak membingungkan dalam
hierarki perundang-undangan Indonesia sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka seharusnya perlu
dilakukan peninjauan kembali terhadap UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Revisi
terhadap undang-undang ini, susunan materi HAM-nya harus disesuaikan dengan
materi HAM yang diatur dalam UUD 1945. Sedangkan materi lain sebagai pengaturan
lebih lanjut dari UUD 1945, dapat menyempurnakan materi yang sudah diatur
sebelumnya dalam UU No. 39 Tahun 1999. Dengan demikian maka tidak terjadi overlapping
terhadap pengaturan substansi HAM, tetapi sudah memenuhi hierarki aturan
perundang-undangan, yaitu ;
1. Dimuat secara garis
besarnya dalam Pancasila sebagaimana tertuang dalam alinea keempat Pembukaan
UUD 1945.
2. Dijabarkan lebih lanjut
dalam konstitusi, yaitu dalam pasal 28-A s/d. 28-J UUD 1945.
3. Diatur dan dikembangkan
lebih lanjut dalam undang-undang organik sebagai pengganti UU No. 39 Tahun
1999.
4. Kemudian, apabila
dianggap perlu dapat ditidaklanjuti dengan peraturan perundangan lain, seperti
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden dll.
3.
Kesimpulan
Sebagai negara hukum, Indonesia
menjunjung tinggi HAM. Indikasinya bisa dilihat dari pernyataan luhur yang
tertuang pada alinea pertama dan alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Kemudian
dalam Ketetapan MPR No. XVII/ MPR/1998, UU No. 39 Tahun 1999 dan Amandemen UUD
1945 Pasal 28 A-J.
Namun demikian pengaturan HAM dalam
konstruksi hukum Indonesia terjadi overlapping antara undang-undang.dan UUD,
penempatannya tidak sesuai dengan hierarki tata urut perundang-undangan yang
berlaku di Indo-nesia.
Agar penempatan substansi HAM sesuai
dengan hierarki tata urut perundang-undangan di Indonesia, seharusnya UU No. 39
Tahun 1999 dicabut dan digantikan dengan UU baru yang substansinya menjabarkan
dan menyesuaikan dengan substansi yang ada dalam UUD 1945.
Sumber:
Komentar
Posting Komentar